Rabu, 07 Mei 2008

Wawancara William P. Sabandar: Gambaran Umum Rekonstruksi Nias 2005-2007


Catan: Tulisan ini merupakan jawaban tertulis Kepala BRR Perwakilan Nias William P. Sabandar kepada Tim Ya'ahowu: E. Halawa, Ilham Mendröfa, Noni Telaumbanua, Etis Nehe & MJ Daeli, yang telah dimuat dalam Diskusi Online II di www.niasonline.net

Berikut pertanyaan dan jawaban, berdasarkan format tanya-jawab yang asli dengan pengurangan tabel-tabel pendukung pada bagian jawaban karena kesulitan up-load di web-blog ini:

Umum:
1. Dalam misi BRR tercantum: “Membangun kembali masyarakat Aceh dan Nias, baik kehidupan individu maupun sosialnya”. Misi lain adalah: “Membangun kembali pemerintahan sebagai sarana pelayanan masyarakat’. Bagaimana penjelasan Pak Willy mengenai pelaksana misi itu dan apa hasil-hasil nyata yang telah dicapai?

Skala pembangunan kembali Nias dengan kapasitas yang sangat besar saat ini telah mendorong perubahan yang mencolok dalam berbagai bidang. Terjadi semacam lompatan yang menyebabkan sock bagi masyarakat dan pemerintah daerah. Terdapat ketimpangan yang besar antara kemampuan masyarakat dan pemerintah daerah untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan dengan laju perubahan itu sendiri. Nilai dan wawasan masyarakat tidak dapat mengimbangi cepatnya proses perubahan yang tiba-tiba datang. Tentu saja ada kemajuan positif yang telah dicapai melalui perubahan dimaksud, tetapi juga terjadi hal-hal negatif yang datang bersamaan atau sebagai akibat adanya perubahan-perubahan tersebut.

BRR adalah badan bentukan pemerintah yang melaksanakan program berdasarkan mekanisme normal proyek pemerintahan. Parameter keberhasilan program adalah berapa banyak anggaran dapat diserap dalam satu tahun anggaran dan bukan kualitas pencapaian. Selain itu, birokrasi proyek pemerintah lebih mementingkan mekanisme administratif dari pada efektifitas program.

Pada sisi yang lain, penanganan pemilihan pasca bencana bagi sebagian lembaga atau kelompok masyarakat adalah bisnis. Sikap masyarakat korban bencana yang melihat bantuan sebagai keharusan dan bahkan bencana dimaknai sebagai berkah merupakan pasangan serasi dari kepentingan survival pemberi bantuan.

Ketergantantungan terhadap bantuan, dapat membahayakan. Untuk itu masyarakat Nias dan termasuk pemerintah lokal yang sedang terkejut dengan proses perubahan yang tengah berlangsung tidak boleh dibiarkan tetap berada dalam situasi tidak menentu.

Kerjasama dan partisipasi aktif sangat diperlukan, karena setahun lagi, seluruh proses ini akan diambil alih sepenuhnya oleh pemeintah dan masyarakat Nias. Untuk itu, kami membutuhkan dukungan dan kerjasama semua pihak, terutama kalangan intelektual Nias untuk mempengaruhi proses perubahan yang tengah berlangsung dengan meng-encourage kemandirian serta partisipasi aktif masyarakat dan pemerintah daerah.

2. Bagaimana perimbangan program Rekonstruksi dan Rehabilitasi (RR) di berbagai bidang: pertahanan, sosial kemasyarakatan dan lingkungan hidup dibanding dengan program fisik untuk Nias?

BRR melasanakan mandat RR di Aceh dan Nias berdasarkan Master Plan yang disusun oleh pemerintah Indonesia melalui Bappenas, yang kemudian disempurnakan dengan Rencana Aksi NAD dan Nias. (Tabel 1: Proporsi dana berdasarkan action plan RR Nias 2005-2009).

3. Hingga saat ini, sudah berapa besar dana yang telah diserap untuk RR di Nias dan di Nisel dan berapa dana yang tersisa untuk RR hingga 2009 ?

Pada tahun 2005 BRR Perwakilan Nias mengelola dana On Budget (APBN) sebesar Rp. 412 milyar. Penyerapan keuangan pada bulan Desember 2005 mencapai 73,33 persen untuk keuangan dan fisik mencapai 91,75 persen. Karena kegiatan pada tahun 2005 relative terlambat, yaitu baru dimulai pada Agustus 2005, maka TA 2005 dilanjutkan hingga bulan April tahun 2006. Seluruh dana terserap pada bulan April 2006 dan penyerapan fisik bahlan melebihi, yaitu mencapai 102,79 persen. (Tabel 2: Program dan penyerapan TA 2005)

Pada tahun 2006 dana On Budget sebesar Rp. 1,2 trilyun. Penyerapan anggaran pada Desember 2006 adalah sebesar Rp. 55,24 persen sedangkan fisik 49,92 persen. Sebagian proyek TA 2006 bersifat kontrak multiyear yang berlanjut pengerjaannya hingga tahun 2007. Selain itu, dana yang belum terserap pada tahun 2006 dilanjutkan penggunaannya melalui mekanisme dana Trust Fund yang direalisasikan hingga September 2007. Laporan akhir realisasi anggaran TA 2007 termasuk penyerapan dana Trust Fund adalah sebesar 84 persen. (Tabel 3: Program dan penyerapan TA 2006)

Pada tahun 2007, dana On Budget yang dikelola BRR Perwakilan Nias mencapai hampir 1,3 trilyun. Penyerapan keuangan hingga 17 November 2007 adalah 45,23 persen dan realisasi fisik sebesar 47,33 persen. Kami proyeksikan sampai akhir tahun 2007, mencapai sekitar 70 persen. (Tabel 4: Program dan progress TA 2007 (status sementara, 17 November 2007)

Pada tahun 2008 dana on budget untuk Nias diperkirakan sebesar Rp. 800 milyar. Jumlah ini menurun dari tahun sebelumnya, sebagai konsekuensi dari berkurangnya alokasi anggaran untuk RR NAD-Nias secara keseluruhan.

Pelibatan masyarakat Nias

1. Seberapa jauh pelibatan masyarakat di kepulauan Nias sejak strategi pendekatan diubah dalam tahun 2007 ini? Bagaimana dampaknya?

Pada tahun 2007 kita mulai menerapkan pendekatan baru dalam program bantuan pembangunan perumahan penduduk, yaitu melalui Community driven approach. Masyarakat diberikan kewenangan untuk membangun rumah mereka sendiri, yang dimulai dengan proses musyawarah desa untuk menentukan penerima manfaat hingga pembangunan fisik rumah.

Dalam proses pembangunan rumah dan pengorganisasian masyarakat, BRR membantu melalui tenaga fasilitator. Fasilitator terdiri dari fasilitator teknik dan fasilitator sosial. Fasilitator bersama kader desa senantiasa menemani keluarga yang mendapat bantuan pembangunan rumah, baik dari sisi teknis maupun pengorganisasian.

4 tujuan utama hendak dicapai melalui pendekatan ini, adalah: Pertama, tepat sasaran penerima bantuan perumahan. Kedua, peningkatan kualitas bangunan. Ketiga, menumbuhkan/memperkuat kelembagaan sosial. Keempat, membantu perekonomian desa, karena dana bantuan pembangunan rumah beredar secara maksimal di desa.

Dengan kata lain, melalui pendekatan ini, bukan hanya output fisik bangunan rumah yang baik yang dihasilkan, melainkan penguatan kelembagaan sosial serta membantu memulihkan perekonomian masyarakat.

Evaluasi terhadap beberapa program bantuan pembangunan rumah dengan community driven approach di beberapa desa di Kec. Gido, Teluk Dalam dan Lolowau, menunjukan hasil yang baik. Kualitas bangunan rumah mengalami peningkatan dan masyarakat/penerima manfaat puas dengan proses maupun hasil yang dicapai.

Selain perumahan, sector lain juga melaksanakan pendekatan serupa, seperti pada beberapa program pembangunan irigasi dan pengairan. Pendekatan program berbasis masyarakat ini juga telah diterapkan oleh mitra-mitra BRR, seperti lembaga-lemabaga PBB, Palang Merah dan NGO.

Kami sedang mengusahakan agar sector infrastruktur sederhana lainnya, seperti pembangunan jalan dan jembatan di lingkungan desa dapat menerapkan pendekatan berbasis masyaraka, seperti pembangun jalan dan jembatan lingkungan perumahan penduduk.

2. Banyak keluhan para pengusaha putra Daerah Nias bahwa mereka sangat sedikit dilibatkan dalam melaksanakan projek-projek BRR. Bahkan ada yang mensinyalir mereka ini “kalah bersaing secara tidak fair” ? Bagaimana menurut Pak Willy ?

Pada kenyataannya, dari komposisi rekanan yang terlibat dalam proyek-proyek RR secara dominan melibatkan rekanan local. Apakah itu melalui perusahaan yang beralamat lokal Nias atau beralamat di Medan atau Jakarta. Sangat sulit mengidentifikasi hal ini, karena banyak perusahaan luar yang dipinjam pake oleh orang lokal untuk memenuhi syarat formal memenangkan tender.

Pada tahun 2007 misalnya, dari 323 paket proyek terdapat setidaknya 121 penyedia jasa lokal dan sisanya adalah non lokal. Tetapi data seperti ini sulit menjawab pertanyaan Anda, karena hanya berdasarkan alamat perusahaan. Pada kenyataannya, terdapat banyak peruhaan yang beralamat dari luar tetapi dilaksanakan oleh orang lokal.

Rekanan local sejak semula mendapat perhatian. Prioritas justru diberikan kepada rekanan lokal. Kesulitan yang sering muncul adalah, kontraktor lokal tidak memiliki kapasitas untuk melaksanakan proyek-proyek besar, seperti proyek jalan propinsi atau pelabuhan.

Keluhan mengenai proses tender tidak fair dan lain-lain, sebenarnya tidaklah berdasar. Justru sebaliknya, kesempatan telah diberikan, namun tanggungjawab untuk melaksanakan kepercayaan yang diberikan sangat mengkhawatirkan.

Hal ini dapat dinilai dari berbagai permasalahan yang muncul pada pembangunan perumahan pada TA 2005. Atau, baru-baru ini Unit Pengawasan Internal (UPI) BRR Perwakilan Nias menemukan lagi adanya 5 bangunan SD proyek tahun 2006 yang telah rusak karena dikerjaakan asal jadi oleh kontraktor-kontraktor lokal.

Tetapi hal ini sebenarnya masalah bagi dunia jasa kontruksi pada umumnya. Cukup banyak juga kontraktor non lokal yang tidak bertanggungjawab. Seperti proyek jalan kabupaten di Nias dan Nias Selatan yang kini progresnya sangat minim.

Menurut hemat kami, persoalan pokoknya bukan mengenai lokal atau non lokal. Juga bukan masalah fair atau tidak fair. Tetapi pada ketentuan hukum terkait tender dan pelaksanaan proyek. Aturan main formal yang ada justru membuka peluang bagi kontraktor yang dapat memenuhi syarat formal namun tidak memiliki kualitas dan tanggungjawab terhadap pekerjaan yang diberikan. Para rekanan memanfaatkan peluang ini dan BRR harus taat dengan ketentuan baku tersebut.

Pemberdayaan Ekonomi Rakyat dan Pemerataan

1. Kehadiran program RR Nias merupakan kesempatan emas yang mungkin tak pernah lagi datang untuk masyarakt Nias. Rumah-rumah warga dibangun kembali … berbagai sarana dan prasarana umum dibangun.. Namun ada semacam keraguan, BRR Nias kurang memperhatikan segi pemerataan dalam merancang RR Nias. Misalnya saja, kriteria “rumah yang akan dibangun kembali oleh BRR Nias adalah rumah yang hancur akibat gempa”. Kalau ini yang menjadi patokan utama, maka bisa jadi banyak masyarakat miskin yang seharusnya mendapat kucuran dana BRR tidak akan pernah menikmati makna kehadiran BRR di Nias. Masyarakat dalam kelompok ini tidak memiliki rumah yang “bisa” hancur akibat gempa, karena rumah-rumah mereka sangat sederhana. Misalkan saja masyarakat yang miskin yang sebelum gempa tinggal di pondok-pondok (ose), demikian juga para nelayan yang tinggal di tepi-tepi pantai. Adakah program khusus bagi mereka ini ?

BRR adalah badan yang yang secara khusus dibentuk untuk menangani pembangunan kembali NAD dan Nias pasca bencana. Karena itu, sesuai fungsinya, badan ini dinamakan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi. Sedangkan hak masyarakat miskin yang disebutkan pada pertanyaan di atas merupakan tanggungjawab pembangunan oleh pemerintah.

Sebagaimana mandat yang diberikan dan rencana induk rehabilitasi dan rekonstruksi, maka hanya mereka yang rumahnya hancur yang akan dibangun. Untuk mendapatkan bantuan perumahan, masyarakat harus dapat menunjukan bukti-bukti yang memadai bahwa rumah mereka memang hancur/rusak karena bencana Tsunami 26 Desember 2004 dan Gempa Bumi 28 Maret 2005. Pembangunan rumah yang layak kepada penduduk miskin sebagaimana dimaksudkan, mungkin lebih tepat merupakan tanggungjawab pemerintah yang tidak terkait dengan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana.

2. Apa dan bagaimana strategi BRR Nias untuk memberdayakan ekonomi masyarakat Nias yang sebagian besar adalah petani ? Apakah strategi BRR Nias ini didukung oleh studi ilmiah ?

Tanggungjawab utama BRR adalah membangun kembali infrastruktur ekonomi yang hancur/rusak karena bencana tsunami dan gempa lebih dua tahun silam. Melalui pembangunan insfrastruktur ekonomi yang lebih baik diharapkan perekonomian masyarakat desa dan masyarakat Nias secara keseluruhan dapat terbantu.

BRR Perwakilan Nias menetapkan 4 pillar dan 10 program utama sebagai konsep rehabilitasi dan rekonstruksi Nias. Ke-4 pilar tersebut adalah, 1) Perumahan dan pemukiman yang sehat. 2) Infrastruktur ekonomi. 3) Pengembangan ekonomi. 4) SDM dan kelembagaan. Sedangkan ke-10 program utama yaitu, 1) perumahan dan pemukiman. 2) Sanitasi dan lingkungan. 3) Transportasi. 4) Kelistrikan dan telekomunikasi. 5) Infrastruktur irigasi. 6) Pengamanan pantai/sungai dan bangunan umum. 7) Revitalisasi pendidikan. 8) Penguatan kelembagaan pemerintahan daerah. 9) Revitalisasi kebudayaan. 10) Revitalisasi RSU Gunungsitoli dan pengembangan kesehatan berjenjang.

Pada tahun 2007, BRR Perwakilan Nias menetapkan 3 program prioritas yakni: transportasi, perumahan dan kesehatan. Tiga program prioritas ini merupakan satu kesatuan yang terintegrasi yang kami persiapkan untuk memberikan landasan pembangunan berkelanjutan di Nias.

Konsep RR Nias ini kami susun berdasarkan kepentingan praktis untuk memanfaatkan secara maksimal peluang pembangunan kembali pasca bencana yang tersedia, sambil mempersiapkan landasan untuk pembangunan berkelanjutan di Nias. Sementara itu, studi-studi ilmiah telah kami sponsori untuk mengkaji secara lebih konprehensif konsep pembangunan di Nias pada masa mendatang. Seperti studi mengenai tata ruang atau studi mengenai pengembangan ekonomi wilayah Nias kerjasama dengan Universitas Indonesia. Studi-studi ilmiah tersebut bukan hanya di Nias daratan, tetapi juga menurut rencana akan kami laksanakan khusus untuk Kepulauan Tello.

3. Berapa persen pagu dana RR Nias yang dialokasikan untuk pemberdayaan ekonomi rakyat?

Secara keseluruhan sesuai action plan RR Nias, maka pagu dana untuk pemberdayaan ekonomi rakyat secara langsung adalah sebesar 8,57 persen. (Selengkapnya dapat dilihat pada tabel action plan RR Nias 2005-2009).

Anggaran untuk pemberdayaan ekonomi rakyat memang kecil dari dana on budget yang memang telah ditetapkan sesuai rencana induk RR maupun action plan yang disusun oleh pemerintah RI.

Pembangunan ekonomi rakyat memang merupakan bidang yang berbeda, namun apa yang bisa dilakukan BRR saat ini adalah membangun infrastruktur ekonomi yang strategis, yang dapat memicu pertumbuhan perekonomian masyarakat di wilayah ini.

Pengembangan transportasi secara hirarkhis dengan pendekatan berbasis kepulauan kami kembangkan untuk memicu pertumbuhan ekonomi masyarakat yang saling mengikat dan mendukung antara satu wilayah dengan wilayah yang lain, baik di dalam Nias maupun keterkaitan dengan wilayah-wilayah pusat pertumbuhan ekonomi di luar Nias.

Sementara BRR lebih memprioritaskan pada pembangunan infrastruktur strategis, mitra BRR yang lain, justru secara signifikan memberikan perhatian pada sektor pengembangan ekonomi masyarakat. (sebagaimana dapat dilihat pada diagram berikut)

4. Adakah alokasi dana yang khusus bagi pengembangan potensi kelautan Nias? Apa saja program BRR di bidang ini?

Tidak ada dana khusus yang dialokasikan untuk pengembangan potensi kelautan Nias. Apa yang dilakukan BRR adalah membangun infrastruktur yang mendukung pengembangan sektor ini, seperti pembangunan pelabuhan Tempat Pelelangan Ikan dan program-program bidang ekonomi, yaitu pergantian perahu dan fasilitasnya dalam rangka rehabilitasi livelihood para nelayan.

Prasarana

1. Sesuai dengan keahlian yang dimiliki, Pak Willy telah berusaha membuat rencana pembangunan pada sektor infrastruktur transportasi. Bagaimana penjelasan dari Pak Willy mengenai peta ekonomi pedesaan di Nias yang mengilhami rencana tersebut? Penjelasan mengenai hal ini dibutuhkan dalam kaitannya dengan usaha menarik penanam modal. Menurut kami hal paling penting untuk pengembangan perekonomian di Nias adalah transportasi.

Seperti telah diketahui bersama, jaringan transportasi di Nias sangat buruk sehingga praktis tidak mendukung berkembangnya perekonomian dan investasi. Masalah utama inilah yang kini sedang dibenahi, yaitu dengan perbaikan infrastruktur transportasi.

Apa yang BRR kembangkan saat ini adalah: Pertama, menyiapkan hirarki sistim transportasi atau sistim transportasi berjenjang. Kedua, memperbaiki sarana dan prasarana transportasi yang sentral atau strategis, seperti pelabuhan, bandara dan jalan-jalan-jalan utama keliling Pulau Nias (jalan propinsi).

Jaringan infrastruktur yang baik ini tentu saja memberikan kemudahan bagi para pemilik modal untuk berusaha di Nias. Namun hal ini masih terkait dengan program ekonomi dan kebijakan pengembangan investasi lainnya. Untuk itu kami mengharapkan agar pemerintah daerah, apakah itu pada tingkat Sumatera atau Kabupaten Nias dan Nias Selatan dapat melengkapi atau mendorong proses ini.

Perumahan

1. Mengapa masih ada berbagai keluhan tentang lambatnya rekonstruksi rumah warga ?

Konsekuensi dari pendekatan pembangunan rumah berbasis masyarakat adalah membutuhkan waktu yang lebih lama. Hal ini berkaitan erat dengan factor kesiapan masyarakat dan penyiapan sosial yang merupakan syarat pokok program pengembangan masyarakat.

Meskipun demikian, capaian pembangunan rumah hingga saat ini sulit dikatakan sebagai lambat. 12.000 unit rumah saat ini telah terbangun, dimana 8.000 di antaranya merupakan bantuan dari BRR. World Bank saat ini sedang menyelesaikan 5.000 unit rumah dan Canadian Red Cross sedang menyelesaikan 2.100 unit rumah di daerah Lahewa dan Afulu.

Total komitmen bantuan rumah, baik yang telah terbangun maupun saat ini sedang dalam proses pengerjaan mencapai hampir 20.000 unit rumah. Jumlah ini telah melebihi total rumah rusak total akibat gempa bumi 28 Maret 2005 sebagaimana data Satkorlak yang hanya sebanyak 16.000 unit rumah (beberapa lembaga lain, seperti BPS dan Bappenas bahkan melaporkan jumlah yang lebih sedikit).

2. Apa tindakan BRR terhadap pembangunan rumah-rumah yang salah sasaran (pendataan korban yang berbau KKN), pembangunan rumah yang tidak sesuai dengan spesifikasi, dan sebagainya ?

Melalaui Peraturan Kepala Badan Pelaksana BRR NAD-Nias mengenai mekanisme penanganan masalah dalam rangka penertiban pemberian bantuan perumahan, No. 41/PER/BP-BRR/IX/2007, antara lain mengatur kewenangan Komite Pelaksana Verifikasi dan Penertiban untuk mengklarifikasi berbagai masalah yang muncul.

Beberapa cara bisa ditempuh, yaitu diberikan kepada yang berhak, pembayaran sejumlah dana pengganti sesuai dengan jumlah bantuan yang telah diterimanya atau mengembalikan dana bantuan yang diterima berupa dana tunai kepada kas negara. Selain itu kebijakan community driven approach diharapkan juga dapat menyelesaikan permasalah dan mengatasi terjadinya KKN dalam program perumahan. Musyawarah di desa diadakan untuk antara lain memfasilitasi penyelesaian masalah-masalah yang ada.

BRR sendiri melaksanaan penindakan yang tegas untuk tindakan KKN yang dilaksanakan oleh petugas-ptugas BRR. Saat ini misalnya, sedang dilaksanakan proses peradilan di pengadilan Gunungsitoli terhadap staf BRR yang diduga KKN. Sedangkan pembangunan rumah yang tidak sesuai spesifikasi, kebijakan BRR adalah tidak menerima bangunan rumah tersebut, dan tidak dilaksanakan pembayaran kepada kontraktor yang mengerjakan, hingga bangunan tersebut diperbaiki dan memenuhi standard kualitas yang ditetapkan.

3. Mengapa BRR Nias terkesan lebih berfokus kepada projek perumahan yang walau pun sangat membantu namun menimbulkan berbagai kontroversi di lapangan ? Mengapa misalnya sebagian dana perumahan itu tidak dialokasikan untuk memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat di desa-desa ?

Pembangunan kembali perumahan penduduk yang hancur karena bencana tsunami dan gempa bumi adalah salah satu mandat utama rehabilitasi dan rekonstruksi NAD-Nias, dan karena itu harus dilaksanakan. Kesan lebih fokus pada perumahan sebenarnya lebih disebabkan oleh fakta bahwa perumahan adalah salah satu jenis bantuan yang langsung menyentuh kebutuhan privat, sehingga orang lebih peduli. Kesan ini pun belakangan mulai berkurang, sejalan dengan perubahan kebijakan pada sektor perumahan.

Kesehatan

1. Rumah sakit yang baru saja dibangun di Gunungsitoli kelihatan jauh lebih megah dan layak sebagai rumah sakit daripada gedung rumah sakit lama. Apakah BRR Nias akan membangun hal yang sama untuk Nias Selatan ?

RS Lukas di Nias Selatan telah masuk dalam perencanaan untuk perbaikan. Tahun ini proses perbaikan mulai dilaksanakan. Perbaikan rumah sakit ini sebenarnya bisa lebih cepat terjadi jika terdapat kepastian dan koordinasi yang lebih cepat dengan Pemkab Nias Selatan.

RSU Gunungitoli dikembangkan sebagai pusat rujukan yang melayani baik di Nias maupun Nias Selatan. Rumah sakit ini berada pada jenjang teratas dari system kesehatan berjenjang yang kami kembangkan di Kepulauan Nias. RS Lukas yang mulai diperbaiki berada satu jenjang di bawah RSU Gunungsitoli, yaitu bersungsi sebagai rumah sakit pembantu di Nias Selatan.

2. Selain pembangunan fisik yang sudah dilakukan, apakah BRR Nias juga memikirkan aspek operasional rumah sakit ini dan keberlangusngannya ke depan ? Apakah tenaga dokter, perawat dan manajemen menjadi bagian tak terpisahkan dari RR Nias di bidang kesehatan ?

Pengembangan system kesehatan berjenjang di Nias melibatkan bukan hanya BRR tetapi banyak lembaga dan Negara donor. Sebagai misal, pembangunan fisik RSU Gunungsitoli merupakan sumbangan dari Mercy Malaysia (Fase I), Pemerintah China (Fase II), dan Pemerintah Jepang (Fase III). Sedangkan untuk pengembangan SDM kesehatan, BRR memberikan beasiswa studi lanjut dokter spesialis, dokter umum, manajemen kesehatan dan perawat.

BRR juga membangun berbagai infrastuktur lain sebagai bagian dari pengembangan kesehatan berjenjang, yakni Puskemas Plus, Puskesmas rawat jalan, Pustu dan Polindes. Selain itu pengmbangunan gedung farmasi dan gedung pendukung kesehatan lainnya.

RSU Gunungsitoli yang baru saja diserahkan kepada Pemkab Nias didesign sebagai rumah sakit pedesaan dengan biaya opersional yang minimal. Meskipun demikian, kami memandang penting komitmen pemerintah pusat dan pempov Sumut untuk memberikan perhatian dan bantuan untuk pengembangan kesehatan Nias pada masa mendatang. Dalam berbagai kesempatan kami menyampaikan hal ini.

Manajemen dan Efisiensi Program-Program BRR

1. Dalam berita tertanggal 2 Oktober di blog BRR Nias (http://news-brr-nias.blogspot.com/) disebutkan mengenai restrukturisasi organisasi BRR Perwakilan Nias, perubahan mana dimaksudkan “untuk menjawab tantangan-tantangan baru organisasi, yaitu meningkatnya pekerjaaan yang tidak sejalan dengan penguatan organisasi”. Bisakah Pak Willy menjelaskan Struktur BRR Perwakilan Nias dengan Fungsi dan Pejabatnya masing-masing ? (akan dijadikan artikel tersendiri).

BRR adalah sebuah lembaga sementara. Salah satu tugas utamanya adalah mengembangkan kelembagaan masyarakat dan pemerintah daerah. Jadi, bukan sebaliknya mengembangkan kelembagaan BRR itu sendiri. Struktur BRR Perwakilan Nias misalnya sangat fleksibel dan dapat berubah setiap saat disesuaikan dengan kebutuhan.

Perubahan yang kami lakukan pada awal tahun 2006 adalah untuk merespon kebutuhan baru terkait regionalisasi BRR dan otonomi yang lebih besar yang diberikan kepada BRR Perwakilan Nias. Wujudnya seperti pebentukan 2 distrik di Nias dan Nias Selatan. Organisasi proyek yang dipisahkan di Nias dan Nias Selatan.

Selain itu, pada tahun 2006 juga terjadi peningkatan pengelolaan keuangan dan adanya kebutuhan untuk kontrol dan pengendalian yang lebih besar. Karena itu maka terbentuklah Unit Pengawas Internal selain Satuan Anti Korupsi yang telah lebih dahulu ada.

Pada tahun 2007, organisasi proyek mengalami perubahan lagi, dimana satuan kerja yang dahulu berjumlah 17 kini disederhanakan. Saat ini hanya terdapat 4 Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan 1 KPA Sekretariat. Penyederhanaan ini mempemudah kontrol dan pengendalian serta lebih mengefektifkan penggunaan sumber daya.

Kami boleh berbangga, organisasi proyek yang ramping ini efektif dan menjadi model pengembangan organisasi proyek di NAD.

Saat ini BRR sedang memproses pengurangan karyawan, sejalan dengan persiapan berakhirnya masa tugas BRR pada April 2009. Menjelang berkahirnya masa tugas BRR, beberapa jabatan tidak diperlukan lagi, sehingga ditiadakan. Pengurangan juga diberlakukan terhadap staf biasa yang diseleksi berdasarkan performa dan kebutuhan.

2. Pada berita yang sama disebutkan: “Lemahnya pengawasan dan pengendalian berakibat pada tidak sejalannya komitmen pemberantasan KKN dengan kemampuan melakukan penindakan terhadap KKN.” Menurut Pak Willy, apakah restrukturisasi telah meningkatkan kemampuan BRR Nias menekan praktek KKN atau malah sebaliknya ?

Kontrol dan pengendalian terhadap praktek KKN saat ini sebenarnya sudah sangat kuat. Sebagaimana telah kami sampaikan terlebih dahulu, secara ke dalam BRR memiliki Unit Pengawasan Internal dan Satuan Anti Korupsi (SAK). Selain itu, pengawasan dan pengendalian pun datang dari luar lembaga BRR, seperti dari BPK, KPK, BPKP dan lembaga penegak hukum lainnya.

Penindakan yang dilakukan BRR, berkaitan dengan komitmen anti KKN dapat dilihat dari proses hukum terhadap beberapa pejabat atau mantan pejabat proyek BRR yang kini tengah berlangsung. BRR Perwakilan Nias juga telah memutuskan kontrak kepada 14 rekanan/kontraktor.

3. Dari pernyataan Pak Willy di media massa ada kesan kuat Pak Willy mendorong pengusutan kasus-kasus korupsi di BRR Nias. Yang menjadi pertanyaan adalah: bagaimana sebenarnya mekanisme pengawasan di BRR Nias sehingga masih saja ada oknum yang seakan tidak peduli dengan mekanisme itu dan melakukan korupsi ? Bukankah ini indikasi tidak jalannya sistem pengawasan internal ?

Pendidikan, pengawasan dan penindakan adalah bagian dari upaya pencegahan Korupsi. Ketiganya memiliki nilai yang sama dan saling mendukung dalam upaya pencegahan korupsi.

Dalam budaya KKN yang sangat kuat di Indonesia, Anda tidak bisa mengandalkan salah satu saja lalu berharap semua persoalan korupsi teratasi. Apa yang kami lakukan adalah melaksanakan ketiganya secara berbarengan.

Dalam hal pendidikan, kami bukan hanya memberikan pelatihan dan pengarahan untuk mind-set ke budaya yang bersih kepada seluruh staf dan pelaksana proyek, tetapi juga membuat kebijakan yang secara organisatoris meminimalkan kemungkinan praktek KKN. Hal ini bisa dilihat antara lain, kebijakan pemberian gaji yang lebih besar tetapi tidak ada biaya/tunjangan berupa uang lembur, uang jalan, uang rapat dan tunjangan lainnya.

Kampanye di media massa adalah bagian dari upaya edukasi yang bukan hanya ditunjukan kepada BRR tetapi juga bagi lingkungan di sekitar BRR.

Dalam hal pengawasan, terdapat pengawasan internal dan pengawasan eksternal. Untuk pengawasan internal, BRR Perwakilan Nias memiliki Unit Pengawasan Internal (UPI) dan Satuan Anti Korupsi) yang kini merupakan bagian alat dari dewan pengawas BRR. Mereka memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan terhadap sebuah projek, mulai dari proses perencanaan hingga berakhirnya masa proyek. Mereka juga menerima pengaduan dari pengawasan masyarakat dan memprosesnya.

Selain itu adalah pengawasan dari ekternal, seperti KPK dan BPK. Pengawasan ini secara rutin dilaksanakan pada setiap program dan proyek. Laporan megenai pengawasan lembaga-lembaga ini dapat diperoleh di lembaga masing-masing.

BRR kini berada di tengah pusaran kepentingan berbagai pihak. Uniknya, semua pihak yang terkait itu justru adalah stakeholder dalam program RR di Nias. Sebagai suatu badan bentukan pemerintah pusat dengan tanggungjawab besar menjawab kebutuhan mendesak masyarakat korban bencana, BRR juga harus berkoordinasi dengan semua badan politik dan pemerintahan di semua level. Mulai dari pusat, propinsi hingga DPRD serta Pemkab Nias dan Nias Selatan.

Kita tidak mentolerir KKN, meskipun bukan berarti dengan demikian BRR menjadi lembaga yang steril korupsi. Ada budaya korupsi yang kuat. Ada kepentingan kelompok dan orang per orang untuk mendapatkan proyek. Ada aspirasi murni masyarakat. Ada juga upaya KKN meskipun dengan suara manis mengatasnamakan aspirasi masyarakat umum.

4. Belajar dari pengalaman pelaksanaan RR di tahun pertama dan kedua, harapan masyarakat ialah bahwa pelaksaan RR pada tahun ketiga hingga tahun kelima nanti semakin membaik. Peningkatan kinerja BRR Nias ini tentulah terwujud dalam bentuk makin mengecilnya “kebocoran” anggaran BRR. Bisakah Pak Willy memberikan angka-angka, berapa % kebocoran pada tahun pertama (2005), tahun kedua (2006) dan tahun anggaran yang sedang berjalan (2007) ?

Upaya pemberantasan korupsi adalah sebuah kerja besar yang membutuhkan dukungan dan kejujuran dari semua pihak. Kami boleh sedikit legah, jumlah kebocoran anggaran RR Nias sebagai mana laporan dari berbagai badan pengawas (SAK, UPI, SPI, BPKP, BPK) adalah sebesar 1 persen dari total dana Rp.1,3 triliun (2005 dan 2006) atau sekitar Rp. 19 milyar. Dari total dana Rp. 19 milyar yang bocor tersebut, hingga kini 40 persen telah dituntaskan atau sekitar Rp. 8 milar telah dikembalikan ke negara. Sisanya sedang diproses oleh semua unit internal BRR. Jika tidak ada kerjasama baik, maka kasus-kasus tersebut diserahkan ke polisi dan penegak hukum lainnya.

Sebagai bagian dari penindakan terhadap terjadinya kebocoran ini adalah pemberian status black list kepada 14 kontraktor yang berlaku selama 2 tahun di semua dinas dan departemen pemerintah.

5. Dalam mengelola projek-projek BRR Nias, apa saja faktor yang menurut Pak Willy menjadi penghambat ? (Sosial – kultural ?)

Masyarakat Nias telah lama miskin dan terkucil karena terlupakan dalam proses pembangunan. Kebijakan pembangunan yang tidak memihak Nias ini berdampak luas bukan hanya terhadap sosial ekonomi, tetapi juga terhadap kohesivitas masyarakat, solidaritas sosial dan termasuk perilaku terhadap perubahan.

Apa yang terjadi sekarang adalah dampak dari ketidakadilan yang terjadi sebelumnya. Dengan kata lain, yang menjadi masalah bukanlah sosial dan kultural tetapi kelemahan dalam program dan kebijakan pembangunan yang terjadi selama ini.

Tantangan kami adalah kompleksitas kemiskinan dan keterisoliran yang mempengaruhi proses rekonstruksi. Apa yang kami alami kini adalah tuntutan kebutuhan yang menyulitkan penetapan prioritas, karena hampir semua sektor sama pentingnya. Masyarakat melihat BRR sebagai dewa yang akan menyelesaikan semua hal pada saat yang bersamaan. Kebutuhan rekonstruksi pada satu sektor menuntut rekonstruksi pada sektor yang lain, dan seterusnyaa dan seterusnya yang saling terkait satu sama lain.

Pembangunan rumah penduduk atau sekolah yang hancur di suatu desa terpencil sulit dimulai jika tidak tersedia jalan yang memadai untuk mobilisasi logistik. Membangun infrastruktur transportasi yang memakan banyak biaya dan waktu harus berpacu dengan kebutuhan masyarakat untuk pengembangan ekonomi, dan lain-lain.

Saat ini, bahkan pasir dan batu tidak cukup tersedia di Nias. Kapasitas pembangunan yang begitu besar telah mengancam lingkungan. Kami meminta agar kontraktor mendatangkan material pasir dari seberang, tetapi bagaimana dengan nasib kontraktor lokal (kecil) yang tidak memiliki modal besar?

Masalah lain adalah rendahnya kapasitas rekanan/kontraktor, baik mengenai kemampuan melaksanakan proyek maupun kemauan baik melaksanakan pekerjaan secara bertanggungjawab. Hal ini terkait erat dengan budaya KKN yang telah berurat akar. Keadaan ini tidak banyak berbeda dengan upaya berbagai kelompok kepentingan/orang yang menggunakan cara lama untuk mendapatkan peluang bagi kepentingan sendiri.

Pada saat yang bersamaan, kami juga harus berjuang dari dalam untuk mind-set budaya baru di antara para pelaksana proyek yang telah terpatri dengan pendekatan lama pemerintah yaitu “pendekatan proyek”. Penerapan standar kualitas tinggi dengan mekanisme kerja yang baru tidak dengan gampang terlaksana jika Anda masih bekerja bersama mereka yang terbiasa dengan budaya kerja sebelumnya.

6. SIB tertanggal 21 September mengungkapkan kekuatiran Bank Dunia akan Proses Rekonstruksi Nias. Ahya Ihsan, Peneliti Bank Dunia untuk Aceh dan Nias mengatakan: “Alokasi dana sekitar Rp 5 triliun, namun belum terlihat kemajuan karena sebagian besar habis untuk belanja rutin.” Bagaimana pendapat Pak Willy ?

Bank Dunia tidak menyatakan demikian, dan untuk itu Bank Dunia telah memberikan bantahan yang dimuat di harian yang sama. Secara keseluruhan, biaya operasionil di BRR hanya sekitar 3 hingga 4 persen dari total dana pada setiap tahun anggaran.

7. Dalam berita yang sama, Enrique Blanco Armas – Kepala Tim Ekonomi Bank Dunia mengkuatirkan RR Nias menjadi sia-sia, karena katanya: “Dari seluruh dana yang ada hanya dua persen dianggarkan untuk pemeliharaan”. Barangkali kenyataan ini yang mendorong Pak Willy meminta agar pemerintah pusat meningkatkan DAU/DAK untuk kedua Kabupaten di Nias (Berita Tempo tgl 10 September 2007). Kekuatiran ini sangat berasalan. Bukankah BRR ikut bertanggung jawab terhadap “masa depan” aset-aset BRR itu kelak ? Selain permintaan Pak Willy kepada Pemerintah, adakah strategi khusus dari BRR untuk mengantisipasi hal ini ?

Sekali lagi berita ini pun keliru. Bank Dunia menganalisis belanja publik Pemerintah Kabupaten Nias dan Nias Selatan. Kritik Bank Dunia adalah bahwa terlalu banyak dana untuk anggaran rutin pemerintah daerah, terutama perjalanan dinas. Kritik Bank Dunia ini penting untuk dicermati. Menurut hemat kami, kritikan yang disampaikan adalah pelajaran penting mengenai hal yang juga sangat penting, yaitu terkait kesiapan pemerintah daerah dan masyarakat Nias melanjutkan proses pembangunan pasca masa rekonstruksi.

BRR telah memfasilitasi pertemuan antara Pemprov Sumut dan Pemkab Nias/Nias Selatan dan BRR melalui sekretariat bersama, untuk membicarakan berbagai hal terkait operasi pemerilahraan aset-aset yang telah dibangun. Selain itu, dalam berbagai kesempatan, kami meminta pemerintah pusat memberikan perhatian yang lebih besar terhadap Nias.

8. Waktu Kerja BRR di Nias kurang lebih satu setengah tahun lagi. Bagaimana rencana program kerja BRR Nias demi memaksimalkan pelaksanaan misi dalam waktu yang relatif pendek itu ? Bagaimana rencana dan program kerja BRR untuk memotivasi seluruh lapisan masyarakat sehingga berpartisipasi penuh ?

Secara efektit, program BRR sebenarnya hanya tinggal 1 tahun angaran lagi yaitu pada tahun 2008. Apa yang kami lakukan sekarang adalah fokus pada pengembangan infrastruktur ekonomi, seperti transportasi. BRR hanya akan mengerjakan sektor-sektor yang strategis. Dana dan kemampuan BRR terbatas dan tidak mungkin semua masalah dapat diatasi sendiri oleh BRR. Pemerintah daerah perlu berperan serta yaitu dengan cara mengarahkan sumber daya yang ada pada bidang-bidang yang belum ditangani oleh BRR.

Lingkungan

1. Apa saja program BRR Nias untuk memperbaiki lingkungan?

Tidak ada program yang spesifik untuk memperbaiki lingkungan. Untuk pantai dan sungai misalnya kami hanya membangun bangunan penahan gelombang/sungai untuk mengindari meluasnya kerusakan lingkungan dan bencana alam.

2. Dalam melaksanakan berbagai projek, apakah BRR mempertimbangkan berbagai dampak lingkungan yang mungkin timbul ?

Setiap projek BRR telah mempertimbangkan faktor pemeliharaan lingkungan sejak dalam proses perencanaan. Standard Operating Procedure (SOP) proyek jalan misalnya, telah mempertimbangkan faktor lingkungan. Selain itu untuk memperkuat kajian mengenai lingkungan, maka pada pelaksanaan proyek 2008/2009 dilaksanakan Usaha Pengelolaan Lingkungan/Usaha Pengendalian Lingkungan (UKL/UPL) berbasis wilayah yang mencakup berbagai proyek dalam suatu kluster. Jadi, analisis lingkungan bukan hanya berbasis proyek sebagaimana telah berlangsung.

Utuk menghindari pengrusakan hutan misalnya, maka pada tahun 2005/2006, kami mendukung pengadaan kayu dari luar. Kami juga mendesak agar pemerintah kabupaten sebagai otoritas setempat untuk melarang dengan keras pengrusakan lingkungan, seperti pengambilan pasir pantai di daerah sekitar Teluk Dalam.

3. Sungai-sungai besar di Nias seperti Muzöi, Oyo, Susua mengalami pendangkalan, ikan-ikan besar tak ada lagi, kualitasnya juga sudah sangat merosot sehingga tidak bisa diandalkan lagi sebagai sumber air minum. Di musim kemarau banyak penduduk desa yang terpaksa menempuh jarak jauh hanya untuk mendapatkan air di sumber-sumber air yang belum kering. Apakah BRR Nias punya program untuk merehabilitasi salah satu dari sumber daya alam Nias yang sangat potential ini ?

Pemerintah daerah, baik propinsi maupun kabupaten kiranya dapat memberikan perhatian terhadap kebutuhan-kebutuhan seperti ini. Selain itu, penilaian kualitatif ini perlu dibuktikan dengan kajian atau data-data yang memadai.

RR di Nias dan Nias Selatan

1. Ada kesan, sekurang-kurangnya dari pemberitaan di sejumlah media massa, bahwa pelaksanaan RR di Nias Selatan sangat lamban dibandingkan dengan di Kabupaten Nias ? Faktor-faktor apa yang menyebabkan hal ini terjadi, dan apa strategi BRR Nias untuk mengatasi hal ini ?

Kami akui pembangunan di Nias Selatan berjalan lebih lambat. Hal ini setidaknya disebabkan oleh 2 faktor. Pertama, kesiapan pemerintah daerah Nias Selatan sebagai partner rehabilitasi dan rekonstruksi. Kedua, daya dukung sumber daya manusia.

Berbagai kebijakan telah diterapkan, yaitu dengan pembentukan BRR Distrik Nias Selatan dan membentuk beberapa satuan kerja (Satker) yang secara khusus menangani berbagai sektor rekonstruksi di Nias Selatan. Selain itu, kami juga baru mengangkat seorang pejabat khusus yang menangani percepatan pembangunan Nias Selatan, yang bertempat di kantor BRR Perwakilan Nias.

Terima kasih kami sampaikan kepada Pak Willy atas waktu yang diberikan untuk menjawab sejumlah pertanyaan kami. Semoga hasil-hasil perbincangan ini bermanfaat bagi publik, khususnya bagi masyakarat Nias.

Tim Redaksi Yaahowu

Tidak ada komentar: